PIKIRANMASA.COM//JAKARTA – Hasil Rakernas Lembaga Bantuan Hukum Perawat Indonesia (LBHPI) pertamanya di Tasneem Convention Hotel Yogyakarta .Rakernas sukses dihadiri lebih dari 17 cabang,diikuti kurang lebih 50 peserta yang mewakili masing masing wilayah.

Secara organisasi LBHPI ada beberapa Korwil yang tersebar diseluruh Indonesia,ada Korwil Sumatera,Korwil Jawa-NTT,Korwil Kalimantan,Korwil Sulawesi-Maluku dan Korwil Irian Barat
LBHPI berperan dalam membantu perawat untuk menyelesaikan berbagai problematika hukum positif diIndonesia.LBHPI menjadi garda terdepan dalam perlindungan hukum,memberikan pemahaman dan pendampingan hukum kepada perawat dan tenaga kesehatan Indonesia.

Sejarah LBHPI berawal dari Media Sosial yang bernama “Himpunan Perawat Hukum Indonesia (HIPAHI)” yaitu kumpulan perawat yang berlatar belakang pendidikan hukum seIndonesia yang peduli terhadap nasib perawat yang tersangkut masalah hukum serta penyelesaian masalah yang kurang memihak pada perawat. Diskusi dalam media sosial tersebut berkembang dan menyatukan tekad untuk mewujudkan cita-cita dan gagasan tentang perlindungan hukum terhadap perawat.

Dalam Rakernas pertamanya LBHPI menghasilkan sebuah kesepakatan bersama,seperti yang disampaikan langsung oleh Gerardus Gegen, SH,MH.kes selaku Direktur LBHPI “Sepakat kita akan terus mengembangkan cabang keseluruh Indonesia. Dan akan terus advokasi perawat praktek mandiri dan semua perawat pada umumnya LBHPI sendiri mempunyai kekuatan SDM yang tidak bisa dipandang sebelah mata,ada Lawyer,Mediator,Sandi dan Tenaga lainnya yang sudah berpengalaman dibidangnya masing masing.

Menyikapi issue yang berkembang tentang RUU Kesehatan Omnibus Law ada baiknya kita simak beberapa statement mengenai hal ini diantaranya :

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law dibuat bukan untuk dokter atau Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

RUU ini disebut berorientasi pada pemenuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Hal itu diungkapkan Budi Gunadi dalam public hearing bersama organisasi profesi dokter, perawat, dan apoteker Indonesia di Kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/3/2023).

“Yang nomor satu adalah apa pun yang kita ubah, yang kita tulis, prinsipnya itu harus meningkatkan layanan kesehatan ke masyarakat. Nah, cuma yang saya garis bawah ini di tataran masyarakat tuh,” ujar Budi Gunadi. Yang penting itu bukan buat menterinya, bukan buat organisasi profesinya, mohon maaf bukan buat dokternya, bukan buat rumah sakitnya, bukan buat apotekernya, tapi buat masyarakat,” katanya lagi.

Regulasi yang telah dikoreksi oleh legislatif dan diserahkan kembali kepada Kemenkes itu, kata Budi, sebagai bentuk tanggungjawab negara terhadap kesehatan warga.

Ia menegaskan bahwa suara organisasi profesi kesehatan tetap didengar. Tapi, yang paling penting dalam regulasi ini adalah suara dari masyarakat.

“Masyarakat gimana? Rakyat gimana? Jadi, kalau masukkan dari OP (organisasi profesi), dari perguruan tinggi, dari Dekan FK (Fakultas Kedokteran), dari asosiasi, selama itu lebih baik buat masyarakat, itu pasti kita ambil,” ujar Budi Gunadi.

Sementara dalam konteks isi materi RUU Kesehatan Omnibus Law menurut Makmur Jaya, S.Kep., S.H., M.H selaku Bidang Konsultasi di Lembaga Bantuan Hukum Perawat Indonesia (LBHPI) sebagai berikut :

RUU Kesehatan akan menggabungkan 13 UU yang berkaitan dengan kesehatan. Tujuan utama dari RUU Kesehatan Omnibus Law adalah meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan, meningkatkan kualitas kesehatan, dan menurunkan biaya kesehatan di Indonesia.

Rancangan undang-undang ini juga akan membentuk kerangka regulasi baru untuk sektor kesehatan, termasuk pembentukan badan asuransi kesehatan nasional, oleh karena itu, Kami dari Lembaga Bantuan Hukum Perawat indonesia (LBHPI) sepakat terhadap pengesahan RUU Kesehatan dan beberapa poin, yakni memberlakukan STR seumur hidup dengan evaluasi standarisasi kualitas kesehatan yankes melalui Surat Izin Praktik (SIP), menghapus rekomendasi izin praktik oleh organisasi profesi, maupun penguasaan kolegium.

Penghapusan khususnya dalam hal pengajuan Satuan Kredit Profesi (SKP) perlima tahun dengan administrasi yang berbelit-belit memakan biaya yang cukup mahal. Kita juga ingin mengurangi kewenangan organisasi profesi berlebihan alias tidak monopoli.

Selanjutnya, kami ingin organisasi profesi kesehatan di Indonesia tidak tunggal. Alasannya, agar setiap nakes dapat memilih organisasi terbaik demi tercapainya pelayanan dan kesehatan masyarakat.

Ada beberapa alasan kenapa organisasi profesi kesehatan harus multibar diantaranya sebagai berikut:

1. Konstitusi UUD 1945 sebagai meta-norm, kesepakatan luhur dan rujukan utama memberikan jaminan bagi kebebasan berserikat dan berorganisasi. Ini dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 sebagai salah satu hak fundamental (fundamental rights ) warga negara. Konstitusi adalah semacam “pemberian kuasa” dari rakyat kepada negara dan karenanya merupakan amanah yang harus dijalankan.

2. Sigle Bar rawan dimonopoli (pengekangan terhadap organisasi profesi kesehatan agar hanya berbentuk single bar), bukan saja bertentangan dengan realitas objektif dunia kesehatan saat ini tetapi juga melanggar konstitusi

3. Harus verifikasi dan validasi, apakah nantinya sebuah organisasi profesi kesehatan telah memiliki kantor dan pengurus di tingkat daerah setidaknya perwakilan di 20 provinsi

4. Mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi terkait tenaga medis bukan menjadi kelompok tenaga kesehatan.

5. Kepala atau Direktur Rumah Sakit dapat dijabat oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, atau profesional yang memiliki kompetensi manajemen rumah sakit.(***)

By Den

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *